"Zaman industri menciptakan model pendidikan yang bisa memenuhi kebutuhan zamannya, yang kita kenal sebagai sekolah. Sekolah menjadi tempat anak-anak zaman industri belajar berbagai kemampuan untuk bisa hidup mandiri. Tidak peduli apa pun keunikan anak, sekolah menuntutnya mempelajari pelajaran yang sama dengan pelajaran yang diperoleh anak lain. Disengaja atau tidak, makna pendidikan dipersempit menjadi persekolahan. Anak yang sekolah adalah anak yang terdidik. Tidak bersekolah berarti kurang terdidik. Belajar berarti mengerjakan tugas sekolah”.
Itu adalah sebagian kutipan yang saya ambil
dari buku ANAK BUKAN KERTAS KOSONG karya Bukik Setiawan. Are you agree with
this?
Disadari atau tidak, kita sering menuntut anak-anak untuk
terus belajar. Yang itu berarti anak harus duduk di kursinya, menghadap buku,
dan menulis sesuatu tentang pelajaran di sekolah. Jika ia menolak, maka stempel
malas siap menanti. Melihat anak putus sekolah, apa yang ada di benak anda?
Hanya anak nakal dan tidak terdidik yang putus sekolah. Benar atau betul?
Sekarang saatnya mari kita membuka pikiran dan wawasan.
Setelah pemilihan presiden 2014, publik ramai membicarakan
seorang menteri terpilih yang hanya memegang ijazah SMP. Pada mulanya, banyak
yang selalu menyoroti latar belakang pendidikannya. Tak dapat dielakkan, banyak
kritikus dan pembicara yang menyayangkan dipilihnya beliau menjadi seorang
menteri. Dengan hanya memegang ijazah SMP, banyak yang khawatir anak-anaknya
akan mengabaikan pendidikan formal. Mereka takut anaknya berpikiran, buat apa
sekolah, toh lulus SMP bisa jadi menteri. Namun bapak presiden dan ibu menteri tetap
bergeming. Si ibu Menteri terus saja bekerja. Hasilnya? Luar Biasa. Hasil
kerjanya diakui international. Ia disegani Negara lain. Setelah publik melihat
prestasi kerjanya sebagai salah seorang menteri dengan tingkat kepuasan publik
paling tinggi, maka tak ada lagi yang membicarakan latar belakang
pendidikannya. Semua berbicara tentang kinerjanya. Lantas, apakah beliau masih
termasuk orang yang tidak terdidik?! Mari membuka pikiran dan wawasan.
Banyak perusahaan yang mensyaratkan minimal tingkat
pendidikan untuk para calon karyawan atau karyawatinya. Tingkat pendidikan
formal masih menjadi acuan utama syarat diterimanya seseorang bekerja di sebuah
perusahaan, tanpa memperhatikan skill atau kemampuan yang dimilikinya. Ketika
anda mengirimkan lamaran pekerjaan ke sebuah perusahaan yang mensyaratkan
minimal memiliki ijazah Sarjana, maka anda harus menyertakan copy ijazah
sarjana. Tanpa copy ijazah sarjana, surat lamaran anda tidak akan dilirik, tak
peduli setebal apapun portofolio yang anda miliki. Meskipun kemampuan anda
lebih tinggi dari seseorang yang berijazah sarjana, namun ketika anda melamar
hanya menggunakan ijazah SMP, maka upah yang anda terima pun hanya setara upah
seseorang yang berpendidikan SMP. Namun ternyata, saat ini, mulai banyak
bermunculan perusahaan-perusahaan berbasis teknologi informasi yang
mengutamakan pengalaman kerja dan kemampuan yang dimiliki seseorang. Perusahaan
seperti ini lebih melihat portofolio anda dibandingkan nilai di ijazah
pendidikan formal anda. Suami saya tidak pernah memiliki ijazah sarjana. Namun beberapa
kali ia bekerja di perusahaan yang mengutamakan ketrampilan dan pengalaman
kerja, dibandingkan tingkat pendidikan ijazah formal. Dan saat ini ia bekerja
di sebuah perusahaan start up yang penghasilan tiap bulannya setara dengan
seseorang yang bekerja dengan ijazah Sarjananya.
Seorang lagi yang saya kenal, bernama ANISA. Ia memiliki
tekat dan kemauan yang tinggi dalam belajar tentang apapun. Karena stigma orang
tua yang memandang wanita tak memerlukan ijazah untuk bekerja di rumah, maka
berhentilah ia sekolah. Tak peduli semoncer apapun prestasinya di sekolah,
kelak ia akan menjadi ibu rumah tangga yang akan mengasuh anaknya dan memasak
di dapur saja. Lantas, berhentikah ia belajar? TIDAK. Ia terus mengasah
kemampuannya dengan caranya. Dari seorang yang awalnya bekerja di cafe, ia kini
memiliki percetakan buku indie AE Publishing. Dari seseorang yang menerima upah
setara pendidikan SMP, kini ia menjadi seorang yang memiliki karyawan sarjana.
Apakah masih ada yang memberikan stempel anak malas atau anak nakal untuknya?!
Mari kita berkaca dan membuka pikiran.
Cerita saya diatas hanyalah cerita segelintir orang-orang
yang mendobrak stigma masyarakat tentang pendidikan formal. Bukan
berarti juga pendidikan formal itu tidak ada gunanya sama sekali. Yang ingin
saya tekankan dalam artikel ini adalah, ketika anda tidak memiliki kesempatan
untuk menempuh pendidikan formal, maka dunia tidak berhenti disitu. Ilmu tidak
hanya ada di bangku sekolah. Belajar bukan melulu membaca buku pelajaran
dibalik meja di dalam kelas. Ilmu pengetahuan itu tersebar dimana-mana.
Teknologi informasi memudahkan seseorang mencari dan mengunggah berbagai macam
pengetahuan. Selama anda memiliki kemauan yang tinggi untuk terus mereguk ilmu,
maka anda tidak pernah berhenti untuk belajar, tak peduli dimanapun anda
berada, baik di sekolah maupun di rumah. Kembali mengutip buku ANAK BUKAN
KERTAS KOSONG, karya Bukik Setiawan
“Ketika belajar adalah berkarya, maka setiap kali seseorang belajar, sebenarnya ia sedang membangun kariernya.”
Karena itu jangan berhenti belajar. Mari terus berkarya.
Ingin berkenalan lebih dekat dengan ANISA? Ini biodatanya:
WA/TELP/SMS : 085103414877
FP : Anisa AE
IG : @anisa.ae
twitter : @anis_sa_ae
Blog : www.anisae.com
Benar sekali, masih banyak pendidikan lain yang perlu mereka ketahui. Kasian juga kalo terlalu di paksakan.
ReplyDeleteIya, setiap anak membawa warna dan karakternya sendiri. Tidak semua anak bisa duduk diam mendengarkan lalu ngerti. Cara belajar setiap anak berbeda-beda :)
DeleteYap, banyak sekolah formal yang justru menyeragamkan anak, dan membuat anak secara tidak sengaja menjadi terbatas perkembangannya :(
ReplyDeleteSalam,
Shera.
Terimakasih atas informasinya ...
ReplyDeletehttp://bit.ly/2v7nVmt
http://bit.ly/2v7KsiW
http://bit.ly/2wg5xYF
http://bit.ly/2vBch6n
http://bit.ly/2vBblPb
http://bit.ly/2wtE313
http://bit.ly/2hwfbTO
http://bit.ly/2vyTW97
http://bit.ly/2v5Lhdu
http://bit.ly/2vqpa2z