Gegara membaca liputan pelajar SMP yang bunuh diri di lemari
bajunya, saya jadi punya topik buat ngobrol sama suami dan menulis lagi. Terlepas dari peristiwa
apa yang melatari si bocah hingga melakukan tindakan senekat itu, saya justru
miris dengan pendapat orang dan berita-berita yang dimuat di media. Apapun
yang terjadi di keluarga si anak, sungguh tak layak memberikan penghakiman
karena kita tidak berdiri dan berada di dalam. Kita hanya penonton luar yang hanya
membuat penilaian dari apa yang kita baca dan apa yang kita dengar. “If you could just put yourself in their shoes for
a moment, perhaps you would understand why it is not as easy as you seem to
think..”
Dari
salah satu liputan yang saya baca, si anak suka nonton film horror dan
detektif. Kata si bapak, ini mungkin salah satu pemicu si anak melakukan
tindakan bunuh diri. Well, mungkin karena saya ini termasuk penggemar nanggung film
detektif, jadi ikut terusik. IMHO, ini sih sama saja kalau ada anak jatuh, lalu
kita bilang ini salah batunya yang ada ditengah jalan. Eheeemmm… please deh
yaaa… Mari kita belajar untuk melihat lebih teliti, berjalan lebih hati-hati,
jangan hanya gunakan kaki, tapi juga pakai mata, otak dan hati kita…
Di
lain sisi, tidak mudah memang mendidik anak berkarakter, apalagi tantangan anak
jaman sekarang yang jauuuh lebih aduhai daripada jaman dulu. Wajarlah yaaa..
dunia terus berkembang, Begitupun kata bapak ibu kita dulu, membesarkan kita
juga jauh lebih menantang. Jadi apa yang harus kita lakukan niiih??! Apa iya
membiarkan dunia melaju dengan kencang sementara kita hanya bisa miris saja
membaca berita-berita seperti ini tanpa berbuat apapun?!
Well,
iya kita memang harus membekali anak sebelum kita melepaskan mereka masuk ke
dunia rimba raya yang serba luar biasa ini. Tapi bekal seperti apa?!
Keterampilan untuk bersosialisasi, kemandirian, dan kepercayaan diri untuk
menjadi diri sendiri.
Saya
sih tak bisa bertele-tele menuliskan kita harus bla..bla…bla… selain karena
saya bukan pakar parenting, psikolog, pemerhati pendidikan atau apalah namanya,
saya pun masih harus jatuh bangun mendidik dua bocah saya yang super ceriwis.
Lagi pula karakter setiap anak, pola asuh setiap keluarga, dan tantangan yang
dihadapi setiap keluarga berbeda-beda. Mungkin
dengan cara mengenali pola keluarga sendiri, mengenal karakter diri sendiri,
dan terus belajar mengenal karakter anak bisa membantu untuk membangun karakter
anak dan keluarga. It could takes a lifetime learning.
Intinya,
dalam menghadapi tantangan-tantangan itu, karakter kuat seorang anak amat
sangat dibutuhkan. Jadi kalau si anak hobi nonton film horror, nonton film thriller,
atau bergaul di lingkungan yang banyak efek negatifnya, si anak tidak ikut
terseret arus. Kemampuan dan kontrol diri untuk bisa move on itu penting banget.
Jangan hanya karena takut sesuatu, khawatir sesuatu, atau sakit hati karena
sesuatu lantas membuat keputusan untuk mengakhiri hidup.
Buat
adik-adik tercinta yang ada di luar sana, perlu banget diingat kalau berakhirnya
hidup itu bukan berarti berakhirnya masalah. Karena pertanggung jawaban kita
kepada si pemilik hidup akan menjadi masalah yang baru yang harus dituntaskan.
Satu-satunya yang berhenti ketika berakhirnya hidup adalah nafas dan detak
jantung kita. Whatever happen, Life must go on! Jangan Menyerah!
No comments:
Post a Comment