Weekend kemarin saya mendapat cerita yang lumayan mengejutkan. Cerita itu bermula ketika saya datang ke sebuah salon langganan untuk potong rambut. Ada satu karyawannya yang sudah biasa melayani saya, dan kita pun juga sudah akrab. Ketika selesai dikeramas dan masih menunggu giliran untuk potong, tiba-tiba Kira dan Kara menghampiri saya. Kebetulan memang saya mengajak Kira dan Kara untuk proses perkenalan ke salon. Selama ini saya selalu gagal meminta Kara potong rambut di salon, karena dia terbiasa saya potong sendiri. Jadi sekalian saya ingin menunjukkan ke Kara kalau salon bukan tempat yang menakutkan.
Ketika Kira & Kara masuk itulah, si mbak terkejut melihat anak kembar. Lalu dia lanjut bercerita kalau sebenarnya dia pun kembar, tapi sudah lama tidak bertegur sapa dengan saudara kembarannya. Dia berdalih selalu tidak ada kecocokan, sering bertengkar, saudaranya yang bla...bla...bla... Hati saya pun tercekat. Entah mengapa, cerita ini bukan satu-satunya yang pernah saya dengar. Saya pun juga pernah bertemu dengan seorang ibu bersama 2 putri kembarnya ketika di masjid. Si ibu pun mengeluh kalau anak kembarnya tidak pernah akur, selalu saja bertengkar.
Saya sendiri membayangkan bila melihat dua putri kembar saya bertengkar, hati saya pun tersayat. Suami saya pernah berkata kepada saya, kesedihan orang tua yang paling mendalam itu ketika melihat anak-anaknya bertengkar. Saya tidak ingin jika Kira dan Kara tidak bisa akur, bahkan sampai dewasa. Saya tidak ingin anak-anak saya hidup tanpa saling bertegur sapa dan terputus tali silaturahminya. Disaat saya tertatih-tatih belajar masa tumbuh kembang anak di usia emasnya, saya dikejutkan oleh cerita-cerita yang membuat hati saya teriris.
Saya memang bukan seorang psikolog. Saya pun baru 3 tahun lebih beberapa bulan menjadi seorang ibu. Semua pengetahuan yang pernah saya baca, saya dengar, dan saya pelajari masih sangat jauh dari memadai untuk menjadi seorang ibu yang bijaksana. Jalan saya untuk "berpetualang" bersama Kira dan Kara masih sangat panjang. Masih teramat sangat banyak yang harus saya pelajari agar saya mampu membawa mereka menjadi pribadi yang cerdas, mandiri dan penuh kasih.
Saya menyadari kalau Kira dan Kara adalah dua pribadi yang amat sangat berbeda meskipun mereka terlahir kembar. Kira adalah anak yang ekspresif, terbuka, dan berkepribadian lembut. Sedangkan Kara adalah anak yang tangguh, kuat dan tertutup. Dua sifat yang berlainan inilah yang sebenarnya adalah sifat yang saling melengkapi. Tak layak bagi saya untuk membanding-bandingkan diantara mereka, yang membuat mereka menjadi saling berebut perhatian. Betapa kebahagiaan saya tak terhingga ketika melihat mereka dapat kompak bermain, meskipun tak jarang selalu diselingi perbedaan pendapat. Namun bukankah perbedaan pendapat memang sesuatu yang wajar diantara dua pribadi yang berbeda?! Perbedaan pendapat bukanlah suatu hal yang dapat dijadikan alasan untuk memulai perselisihan.
Saya sendiri adalah pribadi yang keras kepala, tertutup dan tidak mudah menyerah. Bersama Kira dan Kara saya belajar untuk selalu bersepakat, bernegosiasi, menghargai perbedaan dan saling memaafkan. Berkat Kira dan Kara lah saya banyak belajar tentang indahnya saling melengkapi. Dari Kira dan Kara pula saya belajar untuk menggunakan kedua telinga saya untuk lebih banyak mendengarkan, kedua mata saya untuk melihat dengan teliti, menggunakan kedua tangan saya untuk lebih banyak membantu, menggunakan kedua kaki saya untuk melangkah lebih jauh lagi, dan menggunakan hati saya untuk belajar meredam gejolak emosi saya yang mudah sekali meledak.
Dulu seorang teman pernah berkata kepada saya kalau ibu dari anak kembar adalah seorang ibu pilihan. Karena hanya 2% ibu yang diberi anugerah anak kembar. Dari dari 2% itu tidak semua dapat terlahir normal dan tumbuh besar bersama, mengingat resiko mengandung anak kembar sangat besar sekali. Saya sering mengingat kata-kata itu ketika saya mulai lelah melihat Kira dan Kara bertengkar berebut mainan. Saya tahu saya tak pantas untuk menyerah. Saya seharusnya mampu berjalan lebih jauh lagi untuk belajar bersama-sama bersama Kira dan Kara tentang arti berbagi, bergiliran dan menghargai hak orang lain.
Semoga apa yang saya tabur hari ini bersama Kira dan Kara akan menuai momen-momen penuh keindahan bersama. Saya tidak ingin berhenti belajar dan melangkah. Karena saya ingin melihat Kira dan Kara terus saling bergandengan tangan untuk saling menguatkan dan selalu berbagi kasih.
Oct 3, 2013
Sep 29, 2013
Profesi Baru & Kantor Baru
1 bulan ini saya menjalani profesi baru sebagai seorang tutor di sebuah preschool. jadi sekarang ada 3 profesi yang saya jalani, lengkap dengan 3 kantor. 1 kantor dalam arti sebenarnya yang ada di sebuah gedung perkantoran, 1 kantor di dunia maya, dan 1 kantor di rumah. Karena preschoolnya berkonsep homeschooling, jadi tempatnya ya di rumah. Kebetulan memakai rumah seorang teman yang dijadikan basecamp homeschooling kita. Pekerjaannya tentu seputar mendidik anak, karena kebetulan saya memegang kelas golden A yang berusia dibawah 3 tahun dan masih dalam pendampingan orang tua, tentu interaksinya juga bukan hanya dengan si anak, tetapi juga dengan orang tua anak.
Profesi ini lebih menantang dan merupakan dunia baru bagi saya, karena saya menghadapi berbagai macam tipe dan sifat anak yang berbeda beda, lengkap dengan sifat orang tua yang juga bermacam-macam. Beberapa kasus psikologi anak pun sempat membuat kening saya berkerut dan bertanya-tanya. Maklum saya bukan seorang psikolog dan baru 3 tahun menjalani profesi sebagai seorang ibu. Jadi pengalaman saya pun amat sangat terbatas. Ilmu saya hanya dari google, twitter, buku dan mendengar cerita dan pengalaman teman.
Namun saya beruntung, sebagai seorang moderator di the urban mama, saya banyak menghadapi berbagai metode pola asuh, yang meminimalisir saya untuk menghakimi orang lain tentang pola asuhnya. Dari TUM Family lah saya belajar untuk menghargai pola asuh orang lain karena memang tiap orang memiliki pribadi yang berbeda. Kalau kata Fanny, ibarat anak-anak adalah selembar kertas, maka bisa saja berupa kertas HVS, art paper, kertas HVO, dan banyak lagi dan tentunya tebal-tipisnya pun bermacam-macam. Sedang orang tua ibarat pena, maka bisa berupa pensil, bolpoin, spidol, dan bermacam lagi yang tentunya juga memiliki ujung yang berbeda keruncingannya. Pola asuh yang ideal adalah ketika 1 jenis kertas dengan ketebalan tertentu bertemu dengan 1 macam pena dengan jenis dan ujung keruncingan yang sesuai. Bila tidak sesuai bisa saja kertas berlubang, tinta belepotan atau malah tidak bisa dicoreti sama sekali.
Dulu, pernah seorang guru berkata kepada saya, jika kamu ingin menjadi seorang guru, kelak jadilah guru yang mendidik, bukan hanya guru yang mengajar. Abjad, Angka, penjumlahan, perkalian bisa kamu ajarkan dalam waktu 1 hari. Tetapi moral dan perilaku membutuhkan didikanmu seumur hidup. Sekarang saya sadari, membangun pondasi dasar perilaku anak memang tidak bisa instan dan cukup 1-2 kali nasihat dan contoh, melainkan membutuhkan rutinitas yang konsekuen.
Semoga saya mampu menjadi pena pendukung yang akan memperindah pola-pola di kertas anak-anak. Seperti impian kanak-kanak saya yang hingga saat ini belum pudar, saya ingin menjadi guru karena saya ingin semua anak mendapatkan pendidikan yang layak. Semoga Tuhan selalu memeluk mimpi-mimpi saya.
Profesi ini lebih menantang dan merupakan dunia baru bagi saya, karena saya menghadapi berbagai macam tipe dan sifat anak yang berbeda beda, lengkap dengan sifat orang tua yang juga bermacam-macam. Beberapa kasus psikologi anak pun sempat membuat kening saya berkerut dan bertanya-tanya. Maklum saya bukan seorang psikolog dan baru 3 tahun menjalani profesi sebagai seorang ibu. Jadi pengalaman saya pun amat sangat terbatas. Ilmu saya hanya dari google, twitter, buku dan mendengar cerita dan pengalaman teman.
Namun saya beruntung, sebagai seorang moderator di the urban mama, saya banyak menghadapi berbagai metode pola asuh, yang meminimalisir saya untuk menghakimi orang lain tentang pola asuhnya. Dari TUM Family lah saya belajar untuk menghargai pola asuh orang lain karena memang tiap orang memiliki pribadi yang berbeda. Kalau kata Fanny, ibarat anak-anak adalah selembar kertas, maka bisa saja berupa kertas HVS, art paper, kertas HVO, dan banyak lagi dan tentunya tebal-tipisnya pun bermacam-macam. Sedang orang tua ibarat pena, maka bisa berupa pensil, bolpoin, spidol, dan bermacam lagi yang tentunya juga memiliki ujung yang berbeda keruncingannya. Pola asuh yang ideal adalah ketika 1 jenis kertas dengan ketebalan tertentu bertemu dengan 1 macam pena dengan jenis dan ujung keruncingan yang sesuai. Bila tidak sesuai bisa saja kertas berlubang, tinta belepotan atau malah tidak bisa dicoreti sama sekali.
Dulu, pernah seorang guru berkata kepada saya, jika kamu ingin menjadi seorang guru, kelak jadilah guru yang mendidik, bukan hanya guru yang mengajar. Abjad, Angka, penjumlahan, perkalian bisa kamu ajarkan dalam waktu 1 hari. Tetapi moral dan perilaku membutuhkan didikanmu seumur hidup. Sekarang saya sadari, membangun pondasi dasar perilaku anak memang tidak bisa instan dan cukup 1-2 kali nasihat dan contoh, melainkan membutuhkan rutinitas yang konsekuen.
Semoga saya mampu menjadi pena pendukung yang akan memperindah pola-pola di kertas anak-anak. Seperti impian kanak-kanak saya yang hingga saat ini belum pudar, saya ingin menjadi guru karena saya ingin semua anak mendapatkan pendidikan yang layak. Semoga Tuhan selalu memeluk mimpi-mimpi saya.
Jul 24, 2013
Cerita tentang "berbagi"
Beberapa kejadian belakangan menggerakkan tangan saya untuk menulis tentang ini. Cerita berawal ketika saya mengajak Kira & Kara untuk sholat taraweh di masjid dekat komplek rumah. Berjodoh sekali, tepat dibelakang kita duduk sepasang anak kembar yang sudah kelas 3 SD bersama ibunya. Sebelum sholat dimulai berceritalah si ibu kalau anak kembarnya sering bertengkar dan berebut. Di otak saya sempat berkecamuk, benarkah masih sering bertengkar? Atau hanya ibunya yang hanya melihat sisi pertengkaran anaknya dengan mengabaikan prestasi anak? Kalau iya masih sering bertengkar, kenapa?
Hari demi hari otak saya masih saja digerogoti dengan beberapa kejadian yang sepertinya selalu mendorong saya untuk menulis cerita tentang ini.
Sering sekali ketika jalan-jalan dan berpapasan dengan orang yang senang melihat anak kembar selalu saja menanyakan "kembar ya?" dan pertanyaan lanjutannya "di rumah sering bertengkar gak?" berlanjut dengan curcol ala ibu-ibu "anak saya di rumah sering bertengkar... kakaknya suka godain adiknya.." dan bla... bla... yang lain.
Hari ini pun ketika di sekolah ada teman sekolahnya yang tiba-tiba mengambil mainan yang ada di tangan Kara. Awalnya saya tidak terlalu memperhatikan. Setelah mainannya diambil, Kara mendekati saya dan bilang "bunda mainanku diambil, aku kasihkan saja ya? aku ambil mainan yang lain ya?"
Saya pun tercekat. Saya seperti menuai apa yang selama ini saya tanam. Dengan tersenyum saya temani Kara mencari mainan yang lain dan saya support untuk bermain bersama teman-temannya yang lain.
Di forum the urban mama saya selalu terpaku dengan thread tentang "anak tidak mau berbagi". Ingin sharing tapi selalu saja maju mundur. Berkali-kali saya hapus komen yang akan saya post. takut berkesan menggurui. tapi juga tidak punya solusi untuk anak yg belum memiliki sibling.
yang ini saya ceritakan adalah, sering dari kita hanya mampu berkeluh kesah ketika anak-anak sering bertengkar, rebutan, bahkan tak jarang saling pukul dengan saudaranya. Pernahkah kita bertanya kepada diri kita sendiri, apa ada yang salah dari yang saya ajarkan kepada anak-anak kita? Apakah kita memberikan contoh yang keliru? Apakah tanpa sengaja kitapun menjadi orang tua yang suka "merebut" di mata anak-anak kita? Apakah kita sudah mengajarkan cara berbagi dengan benar? apakah kita sudah mengajarkan kepada anak-anak kita cara meminta ijin dengan santun? Apakah kita sudah mengajarkan cara antri dan bergantian kepada anak-anak kita?
Cobalah untuk berkaca dan berdialog dengan diri sendiri. Kalo antri di kasir supermarket masih suka serobotan, maka jangan hardik anak ketika tiba-tiba merebut mainan temannya. Ketika kita masih suka ambil kue anak tanpa seijinnya, maka jangan marahi anak ketika masih suka rebutan. Ketika kita tidak mau berbagi kue yang melimpah dengan tetangga maka jangan harap anak mau berbagi mainannya dengan temannya.
Saya hanya mampu berbagi cerita saya mengajarkan "berbagi", "bermain bergantian" dan "bermain bersama-sama" bersama Kira dan Kara. Mungkin akan berguna untuk blogger yang memiliki anak lebih dari 1.
Bila identiknya anak kembar membeli segalanya serba dua, itu tidak berlaku bagi keluarga kami. Awalnya karena memang budget keluarga kami terbatas. Kami harus mampu mengatur pengeluaran agar Kira dan Kara tetap bisa menikmati mainan dan membaca tanpa harus menguras dompet. Maka kami pun akan membeli mainan atau buku hanya satu untuk tiap jenisnya agar kami mampu beli banyak jenis. Dari sinilah kami mengajarkan Kira dan Kara dengan konsep "berbagi" dan "bergantian"
Misal, kami hanya membeli 2 buku dengan judul yang berbeda. Judul A dan Judul B. Kira bisa membaca lebih dulu buku A, dan Kara membaca buku B. Selesai membacanya, bisa saling tukar. Oh iya, konsep membaca bagi kira dan kara masih melihat gambarnya dan mengarang ceritanya versi mereka. hihihi... Jangan salah persepsi Kira & Kara sudah benar-benar bisa membaca yaaa... :D
Bergantian pun juga berlaku untuk mainan. Pernah kami membeli 2 mainan dengan beda jenis, seperti membeli Doctor tools dan Chef tools. 1 anak bermain play pretend sebagai dokter, dan 1 anak bermain play pretend sebagai chef. Mereka bisa berbagi, bertukar dan bergantian sesuai kesepakatan.
Apakah itu berarti Kira dan Kara sudah tidak pernah lagi berebutan sekarang? Pernah dunk! namanya juga 2 manusia yang berbeda, pasti akan ada konflik kepentingan. Jangankan yang masih anak-anak, yang sudah dewasa pun pasti masih pernah mengalaminya kan... Namun frekuensi sudah sangat jauh berkurang dibandingkan dulu. Lantas tidak mempan dunk teori "berbagi" nya? TIDAK JUGA. Konflik itu justru dibutuhkan untuk membangun kedewasaan anak dalam menyelesaikan masalahnya. Menghindari konflik sama saja berarti menunda dan menumpuk masalah. Lebih baik ajarkan anak cara menyelesaikan masalah. Ajarkan caranya menyelesaikan masalah, bagaimana bila ketika rebutan. Ajarkan kembali tentang berbagi dan bergantian. Ajarkan dengan cara yang fun, menyenangkan, mengasyikkan.
Bagaimana bila anak berebut main bola? Ajarkan anak cara bermain lempar-tangkap bola. Ketika anak berhasil menangkap bola, beri applause yang heboh dan meriah. Kalo mainnya asik anak pasti seneng.
Bagaimana bila anak berebut main boneka? Ajak anak yang lain cari peralatan dokter. Maen play pretend dokter-pasien. 1 anak jadi dokter, 1 anak yang gendong boneka jadi ibu pasien. Ajarkan percakapan dokter dan pasien. Lebih asik bermain bersama kan?!
Bagaiman bila berebut main mobil-mobilan?! Coba deh lebih kreatip. anak yang lain bisa diajak jadi petugas pom bensin atau jadi montirnya kan?!
Wah jadi orang tua harus kreatip ya?! Gak harus, saya pun juga bukan ibu yang kreatif. Yang penting mau belajar, pasti ada kemajuan. Kalo gak maju-maju? Ya belajar lagi... :D
Kalo hanya punya anak satu gimana? Ya tetep ajarkan. Di forum seorang teman bercerita kalo dia punya anak satu tapi mampu berbagi dengan temannya di usia nya yang masih kecil. cara dia mengajarkan juga asik. Mereka membuat aturan. Misal ketika si anak nonton TV, mereka buat perjanjian, nanti jam sekian gantian mama yang nonton berita yaa... Ketika jamnya tiba, ya konsekuen, anak berikan remotenya. Kalo masih belum bisa, masih ngambek, ajarkan anak menghabiskan waktunya dengan yang lain, bermain, membaca. setelah tenang, mamanya bisa nonton TV sesuai janji.
Mungkin bisa juga ketika dapat hantaran kue. biasanya kan kalo ada pengajian suka dapat kue 1 kardus tapi isinya beraneka macam kan?! Ajak anak untuk memilih satu atau dua kue yang dia suka. Katakan kalo kue yang C buat mama dan kue yang D buat papa yaa.. itu namanya berbagi.
Sekian dulu ya... mau lanjut masak untuk buka puasa di rumah. Ada yang mau menambahkan ceritanya? Silahkaan lhooo... :)
Hari demi hari otak saya masih saja digerogoti dengan beberapa kejadian yang sepertinya selalu mendorong saya untuk menulis cerita tentang ini.
Sering sekali ketika jalan-jalan dan berpapasan dengan orang yang senang melihat anak kembar selalu saja menanyakan "kembar ya?" dan pertanyaan lanjutannya "di rumah sering bertengkar gak?" berlanjut dengan curcol ala ibu-ibu "anak saya di rumah sering bertengkar... kakaknya suka godain adiknya.." dan bla... bla... yang lain.
Hari ini pun ketika di sekolah ada teman sekolahnya yang tiba-tiba mengambil mainan yang ada di tangan Kara. Awalnya saya tidak terlalu memperhatikan. Setelah mainannya diambil, Kara mendekati saya dan bilang "bunda mainanku diambil, aku kasihkan saja ya? aku ambil mainan yang lain ya?"
Saya pun tercekat. Saya seperti menuai apa yang selama ini saya tanam. Dengan tersenyum saya temani Kara mencari mainan yang lain dan saya support untuk bermain bersama teman-temannya yang lain.
Di forum the urban mama saya selalu terpaku dengan thread tentang "anak tidak mau berbagi". Ingin sharing tapi selalu saja maju mundur. Berkali-kali saya hapus komen yang akan saya post. takut berkesan menggurui. tapi juga tidak punya solusi untuk anak yg belum memiliki sibling.
yang ini saya ceritakan adalah, sering dari kita hanya mampu berkeluh kesah ketika anak-anak sering bertengkar, rebutan, bahkan tak jarang saling pukul dengan saudaranya. Pernahkah kita bertanya kepada diri kita sendiri, apa ada yang salah dari yang saya ajarkan kepada anak-anak kita? Apakah kita memberikan contoh yang keliru? Apakah tanpa sengaja kitapun menjadi orang tua yang suka "merebut" di mata anak-anak kita? Apakah kita sudah mengajarkan cara berbagi dengan benar? apakah kita sudah mengajarkan kepada anak-anak kita cara meminta ijin dengan santun? Apakah kita sudah mengajarkan cara antri dan bergantian kepada anak-anak kita?
Cobalah untuk berkaca dan berdialog dengan diri sendiri. Kalo antri di kasir supermarket masih suka serobotan, maka jangan hardik anak ketika tiba-tiba merebut mainan temannya. Ketika kita masih suka ambil kue anak tanpa seijinnya, maka jangan marahi anak ketika masih suka rebutan. Ketika kita tidak mau berbagi kue yang melimpah dengan tetangga maka jangan harap anak mau berbagi mainannya dengan temannya.
Saya hanya mampu berbagi cerita saya mengajarkan "berbagi", "bermain bergantian" dan "bermain bersama-sama" bersama Kira dan Kara. Mungkin akan berguna untuk blogger yang memiliki anak lebih dari 1.
Bila identiknya anak kembar membeli segalanya serba dua, itu tidak berlaku bagi keluarga kami. Awalnya karena memang budget keluarga kami terbatas. Kami harus mampu mengatur pengeluaran agar Kira dan Kara tetap bisa menikmati mainan dan membaca tanpa harus menguras dompet. Maka kami pun akan membeli mainan atau buku hanya satu untuk tiap jenisnya agar kami mampu beli banyak jenis. Dari sinilah kami mengajarkan Kira dan Kara dengan konsep "berbagi" dan "bergantian"
Misal, kami hanya membeli 2 buku dengan judul yang berbeda. Judul A dan Judul B. Kira bisa membaca lebih dulu buku A, dan Kara membaca buku B. Selesai membacanya, bisa saling tukar. Oh iya, konsep membaca bagi kira dan kara masih melihat gambarnya dan mengarang ceritanya versi mereka. hihihi... Jangan salah persepsi Kira & Kara sudah benar-benar bisa membaca yaaa... :D
Bergantian pun juga berlaku untuk mainan. Pernah kami membeli 2 mainan dengan beda jenis, seperti membeli Doctor tools dan Chef tools. 1 anak bermain play pretend sebagai dokter, dan 1 anak bermain play pretend sebagai chef. Mereka bisa berbagi, bertukar dan bergantian sesuai kesepakatan.
Apakah itu berarti Kira dan Kara sudah tidak pernah lagi berebutan sekarang? Pernah dunk! namanya juga 2 manusia yang berbeda, pasti akan ada konflik kepentingan. Jangankan yang masih anak-anak, yang sudah dewasa pun pasti masih pernah mengalaminya kan... Namun frekuensi sudah sangat jauh berkurang dibandingkan dulu. Lantas tidak mempan dunk teori "berbagi" nya? TIDAK JUGA. Konflik itu justru dibutuhkan untuk membangun kedewasaan anak dalam menyelesaikan masalahnya. Menghindari konflik sama saja berarti menunda dan menumpuk masalah. Lebih baik ajarkan anak cara menyelesaikan masalah. Ajarkan caranya menyelesaikan masalah, bagaimana bila ketika rebutan. Ajarkan kembali tentang berbagi dan bergantian. Ajarkan dengan cara yang fun, menyenangkan, mengasyikkan.
Bagaimana bila anak berebut main bola? Ajarkan anak cara bermain lempar-tangkap bola. Ketika anak berhasil menangkap bola, beri applause yang heboh dan meriah. Kalo mainnya asik anak pasti seneng.
Bagaimana bila anak berebut main boneka? Ajak anak yang lain cari peralatan dokter. Maen play pretend dokter-pasien. 1 anak jadi dokter, 1 anak yang gendong boneka jadi ibu pasien. Ajarkan percakapan dokter dan pasien. Lebih asik bermain bersama kan?!
Bagaiman bila berebut main mobil-mobilan?! Coba deh lebih kreatip. anak yang lain bisa diajak jadi petugas pom bensin atau jadi montirnya kan?!
Wah jadi orang tua harus kreatip ya?! Gak harus, saya pun juga bukan ibu yang kreatif. Yang penting mau belajar, pasti ada kemajuan. Kalo gak maju-maju? Ya belajar lagi... :D
Kalo hanya punya anak satu gimana? Ya tetep ajarkan. Di forum seorang teman bercerita kalo dia punya anak satu tapi mampu berbagi dengan temannya di usia nya yang masih kecil. cara dia mengajarkan juga asik. Mereka membuat aturan. Misal ketika si anak nonton TV, mereka buat perjanjian, nanti jam sekian gantian mama yang nonton berita yaa... Ketika jamnya tiba, ya konsekuen, anak berikan remotenya. Kalo masih belum bisa, masih ngambek, ajarkan anak menghabiskan waktunya dengan yang lain, bermain, membaca. setelah tenang, mamanya bisa nonton TV sesuai janji.
Mungkin bisa juga ketika dapat hantaran kue. biasanya kan kalo ada pengajian suka dapat kue 1 kardus tapi isinya beraneka macam kan?! Ajak anak untuk memilih satu atau dua kue yang dia suka. Katakan kalo kue yang C buat mama dan kue yang D buat papa yaa.. itu namanya berbagi.
Sekian dulu ya... mau lanjut masak untuk buka puasa di rumah. Ada yang mau menambahkan ceritanya? Silahkaan lhooo... :)
Jun 19, 2013
Belajar dan Berpetualang bersama Evamats
Siapa yang belum punya evamats? Hampir semua rumah yang ada anak kecilnya pasti punya matras warna-warni ini sebagai alas mainnya. Tapi ternyata selain sebagai alas main, matras ini punya banyak kegunaan lho.
Saya punya pengalaman menarik bermain bersama evamats ini. Beberapa minggu ini hampir setiap pagi dan sore Surabaya selalu diguyur hujan. Kalau biasanya saya sedikit meluangkan waktu untuk sekedar lari kecil atau berjalan-jalan diluar rumah bersama Kira dan Kara, kegiatan ini makin jarang kami lakukan karena cuaca yang tidak mendukung. Melihat Kira dan Kara hanya berkutat dengan ipad dan galaxy tab, hati saya cemburu. Pengen deh rasanya maen lompat-lompat, lari-lari di luar bersama Kira dan Kara. Hmmm... saya pun sibuk mencari ide (meskipun sebenarnya gak sesibuk yang dibayangkan) hehe.. Melihat tumpukan evamats yang teronggok manis, saya mendadak punya ide. Yuk ah kita lihat apa saja yang bisa kita kerjakan bersama evamats ini:
1. Bermain Puzzle
Evamats yang dilengkapi dengan gambar warna-warni ini, bisa merangsang anak untuk melatih motoriknya dengan bermain puzzle. Awalnya ajarkan saja cara melepas semua pernik-pernik gambar, angka dan huruf-hurufnya. Kalau anak masih frustasi tidak bisa memasangnya kembali, ajarkan pelan-pelan. Awalnya saya tempatkan gambar diatas lubang, Kira dan Kara tinggal menepuk-nepuk hingga gambar masuk ke lubangnya. Makin lama mereka mampu menempatkan gambarnya sesuai bentuk lubangnya. Bermain puzzle juga mengajarkan anak untuk bersabar dan teliti. Kita juga harus ingat kalau mengajarkan sabar pada anak itu juga harus dengan sabar. Kalau anak tantrum karena tidak bisa melakukannya sendiri, tidak perlu galau, sedih atau marah yaa.. :)
2. Bermain Lompat Katak

Permainan ini untuk melatih motorik kasar anak. Saya menempatkan evamats dengan jarak yang bervariasi, kemudian saya ajak anak melompat dari satu evamat ke evamat yang lain. Persis seperti main lompat dari satu batu ke batu tapak yang lain yang biasa ditata di taman.
Hanya saja posisi batu digantikan dengan evamat. Menyenangkan? tentu saja.. anak-anak berlomba-lomba untuk dapat melompat tanpa kakinya jatuh di lantai. Jangan lupa mengatur jarak sesuai jangkauan anak. Perlahan perlebar jaraknya. Lompatnya pun bisa bervariasi, mulai dari melatih melompat dengan 2 kaki bergantian atau melompat dengan dua kaki sekaligus. Untuk anak 3 tahun ke atas bahkan mulai bisa diajarkan melompat dengan 1 kaki.
3. Bermain Lompat ZigZag
Bosan dengan permainan lompat katak yang biasa, bunda bisa merubah aturan permainannya. Atur evamat sedemikian rupa yang memungkinkan anak dapat melompat secara zigzag seperti gambar disamping. Fungsinya? Selain melatih motorik, permainan ini melatih anak untuk berkonsentrasi. Salah melompat, minta dia untuk mengulangi dari awal. Anak harus konsentrasi agar dia bisa cepat finish tanpa harus mengulang lagi.
4. Bermain tebak Warna
Permainan ini juga tidak kalah serunya. Untuk anak yang sedang belajar warna, bisa dijadikan sebagai alat belajar yang menyenangkan. caranya pun bervariasi, intip yuk:
- Setelah evamat yang berbeda-beda warna diatur sedemikian rupa, bunda dapat berteriak menyebutkan satu warna kemudian minta anak berlari ke warna yang diminta.
- Atur evamat seperti pada permainan lompat katak. Sambil melompat, anak diminta untuk menyebutkan warna evamatnya.
- Setelah lancar, atur evamats seperti lompat zigzag, kemudian minta anak menyebutkan warna seperti sebelumnya.
Karena Kira dan kara sudah lancar mengenal warna dalam bahasa Indonesia, saya gunakan permainan ini untuk mengenal warna dalam bahasa Inggris. Berkat permainan ini, sekarang Kira dan Kara terbantu mengenal warna dalam bahasa Inggris.
5. Bermain Yoga
Selesai dan capek bermain lompat-lompat dan belajar bersama evamats, sekarang saatnya memanfaatkan evamats sebagai alas untuk yoga. Banyak sekali tutorial yoga for kids yang bisa dilihat di youtube. salah satu favorite kita, bermain yoga bersama jamie dari Yoga Cosmic Kids ini.
Seru bukan. Ternyata kita bisa melakukan banyak hal hanya dari satu jenis barang ini. Yuk bunda, share ide bermain bunda yang lain yuk... biar kita bisa menjadikan waktu bersama anak, bukan hanya seru, tapi juga penuh ilmu :)
Saya punya pengalaman menarik bermain bersama evamats ini. Beberapa minggu ini hampir setiap pagi dan sore Surabaya selalu diguyur hujan. Kalau biasanya saya sedikit meluangkan waktu untuk sekedar lari kecil atau berjalan-jalan diluar rumah bersama Kira dan Kara, kegiatan ini makin jarang kami lakukan karena cuaca yang tidak mendukung. Melihat Kira dan Kara hanya berkutat dengan ipad dan galaxy tab, hati saya cemburu. Pengen deh rasanya maen lompat-lompat, lari-lari di luar bersama Kira dan Kara. Hmmm... saya pun sibuk mencari ide (meskipun sebenarnya gak sesibuk yang dibayangkan) hehe.. Melihat tumpukan evamats yang teronggok manis, saya mendadak punya ide. Yuk ah kita lihat apa saja yang bisa kita kerjakan bersama evamats ini:
1. Bermain Puzzle
Evamats yang dilengkapi dengan gambar warna-warni ini, bisa merangsang anak untuk melatih motoriknya dengan bermain puzzle. Awalnya ajarkan saja cara melepas semua pernik-pernik gambar, angka dan huruf-hurufnya. Kalau anak masih frustasi tidak bisa memasangnya kembali, ajarkan pelan-pelan. Awalnya saya tempatkan gambar diatas lubang, Kira dan Kara tinggal menepuk-nepuk hingga gambar masuk ke lubangnya. Makin lama mereka mampu menempatkan gambarnya sesuai bentuk lubangnya. Bermain puzzle juga mengajarkan anak untuk bersabar dan teliti. Kita juga harus ingat kalau mengajarkan sabar pada anak itu juga harus dengan sabar. Kalau anak tantrum karena tidak bisa melakukannya sendiri, tidak perlu galau, sedih atau marah yaa.. :)
2. Bermain Lompat Katak

Permainan ini untuk melatih motorik kasar anak. Saya menempatkan evamats dengan jarak yang bervariasi, kemudian saya ajak anak melompat dari satu evamat ke evamat yang lain. Persis seperti main lompat dari satu batu ke batu tapak yang lain yang biasa ditata di taman.
Hanya saja posisi batu digantikan dengan evamat. Menyenangkan? tentu saja.. anak-anak berlomba-lomba untuk dapat melompat tanpa kakinya jatuh di lantai. Jangan lupa mengatur jarak sesuai jangkauan anak. Perlahan perlebar jaraknya. Lompatnya pun bisa bervariasi, mulai dari melatih melompat dengan 2 kaki bergantian atau melompat dengan dua kaki sekaligus. Untuk anak 3 tahun ke atas bahkan mulai bisa diajarkan melompat dengan 1 kaki.
3. Bermain Lompat ZigZag
Bosan dengan permainan lompat katak yang biasa, bunda bisa merubah aturan permainannya. Atur evamat sedemikian rupa yang memungkinkan anak dapat melompat secara zigzag seperti gambar disamping. Fungsinya? Selain melatih motorik, permainan ini melatih anak untuk berkonsentrasi. Salah melompat, minta dia untuk mengulangi dari awal. Anak harus konsentrasi agar dia bisa cepat finish tanpa harus mengulang lagi.
4. Bermain tebak Warna
Permainan ini juga tidak kalah serunya. Untuk anak yang sedang belajar warna, bisa dijadikan sebagai alat belajar yang menyenangkan. caranya pun bervariasi, intip yuk:
- Setelah evamat yang berbeda-beda warna diatur sedemikian rupa, bunda dapat berteriak menyebutkan satu warna kemudian minta anak berlari ke warna yang diminta.
- Atur evamat seperti pada permainan lompat katak. Sambil melompat, anak diminta untuk menyebutkan warna evamatnya.
- Setelah lancar, atur evamats seperti lompat zigzag, kemudian minta anak menyebutkan warna seperti sebelumnya.
Karena Kira dan kara sudah lancar mengenal warna dalam bahasa Indonesia, saya gunakan permainan ini untuk mengenal warna dalam bahasa Inggris. Berkat permainan ini, sekarang Kira dan Kara terbantu mengenal warna dalam bahasa Inggris.
5. Bermain Yoga
Selesai dan capek bermain lompat-lompat dan belajar bersama evamats, sekarang saatnya memanfaatkan evamats sebagai alas untuk yoga. Banyak sekali tutorial yoga for kids yang bisa dilihat di youtube. salah satu favorite kita, bermain yoga bersama jamie dari Yoga Cosmic Kids ini.
Seru bukan. Ternyata kita bisa melakukan banyak hal hanya dari satu jenis barang ini. Yuk bunda, share ide bermain bunda yang lain yuk... biar kita bisa menjadikan waktu bersama anak, bukan hanya seru, tapi juga penuh ilmu :)
Apr 18, 2013
Healthy Fun Adventure
Posting ini sebenarnya dalam rangka campaign the urban mama: Healthy Mama, Modern Kartini
Keren yaaa..
Saya? Tentu saja gak mau ketinggalan. Salah satu kegiatan favorite yang menyehatkan, apalagi kalo bukan hiking. Meskipun sekarang sudah jauh banyak berkurang hiking di tempat-tempat menarik, tapi tidak mengurangi semangat untuk hiking alias jalan-jalan dimana saja kaan..
Bahkan sekarang saya sudah mulai menularkan kegiatan gemar berjalan kaki ini kepada Kira dan Kara. Kita memulainya dengan kegiatan yang paling sederhana. Selalu berangkat dan pulang posyandu dengan berjalan kaki, meskipun berjarak 2 gang dari rumah. Bahkan belanja ke indomaret, kalau pagi hari saya ajak Ki-Ka berjalan kaki. Lumayanlah, PP bisa 1 KM lebih lhooo..
Berikut beberapa foto saya waktu hiking.
Oh iya, kalau hiking, ada 2 logistik yang tidak lupa selalu ada di tas adalah air mineral dan buah. Buah? iya, segerrr... kalau bawa pisang, bisa bikin kenyang pula... Sehat.. Meskipun tidak sedang hiking, buah adalah makanan favorite saya. Minum jus juga jadi kegemaran saya. Eh nular juga lho ke Kira-Kara. Bahkan favorite pisang kita sama, pisang raja.. horeee...
sekian. :D
Keren yaaa..
Saya? Tentu saja gak mau ketinggalan. Salah satu kegiatan favorite yang menyehatkan, apalagi kalo bukan hiking. Meskipun sekarang sudah jauh banyak berkurang hiking di tempat-tempat menarik, tapi tidak mengurangi semangat untuk hiking alias jalan-jalan dimana saja kaan..
Bahkan sekarang saya sudah mulai menularkan kegiatan gemar berjalan kaki ini kepada Kira dan Kara. Kita memulainya dengan kegiatan yang paling sederhana. Selalu berangkat dan pulang posyandu dengan berjalan kaki, meskipun berjarak 2 gang dari rumah. Bahkan belanja ke indomaret, kalau pagi hari saya ajak Ki-Ka berjalan kaki. Lumayanlah, PP bisa 1 KM lebih lhooo..
Berikut beberapa foto saya waktu hiking.
Oh iya, kalau hiking, ada 2 logistik yang tidak lupa selalu ada di tas adalah air mineral dan buah. Buah? iya, segerrr... kalau bawa pisang, bisa bikin kenyang pula... Sehat.. Meskipun tidak sedang hiking, buah adalah makanan favorite saya. Minum jus juga jadi kegemaran saya. Eh nular juga lho ke Kira-Kara. Bahkan favorite pisang kita sama, pisang raja.. horeee...
sekian. :D
Subscribe to:
Posts (Atom)