Oct 25, 2012

The Most Blessing Moments



Masih terbayang jelas dalam ingatan saya ketika DSOG menyatakan bahwa janin yang saya kandung kembar. Saya dan suami hanya bisa terdiam dan tak bisa berkata-kata. Terkejut, takjub dan bingung campur aduk jadi satu. Terkejut karena kami baru 1 bulan menikah dan saya tidak memiliki gen kembar. Takjub karena tidak pernah terbayangkan “terpilih” menjadi orang tua yang dianugerahi anak kembar. Bingung karena kami sedang belajar merangkak memulai kehidupan baru, menata ekonomi yang kami mulai dari nol. Kata pertama yang mampu kami ucapkan di ruang dokter “bagaimana keadaan janin-janinnya dok?”
Hari demi hari saya lewati layaknya ibu hamil lainnya. Hanya saja saya harus ekstra hati-hati karena kehamilan kembar lebih rawan premature. Bukan hanya kami orang tuanya yang excited menanti kelahiran si kembar, tetapi eyang-eyangnya dan seluruh keluarga tidak sabar untuk segera menimang mereka. Sejak dalam kandungan saya rajin mengajak mereka berkomunikasi. Saya juga rajin relaksasi dan meditasi.
Hingga di minggu  ke-33 lahirlah si kembar dalam keadaan premature dengan keadaan organ-organ pencernaan yang belum sempurna. Karena keadaannya yang belum dapat beradaptasi dengan suhu di luar kandungan, membuat impian saya untuk IMD tidak dapat terwujud. Beruntung saya menjalani persalinan normal, sehingga 3 jam setelah melahirkan saya mampu nekat berjalan kaki ke ruang neonatus demi melihat putri kembar saya. Dengan keadaan tubuh penuh selang dan tabung oksigen, serta tidak mungkin dikeluarkan dari incubator, maka saya harus menahan diri hanya dapat melihat mereka melalui tabung kaca. Saya tidak dapat menyentuhnya apalagi memeluknya. 20 hari jarum infus tidak lepas dari tangan/kakinya. Biru lebam di kedua tangan dan kakinya membuat hati saya seperti ditusuk-tusuk. Betapa hati saya tidak pernah rela ketika melihat mereka menangis meronta demi mendapat satu tetes ASI di mulutnya. Maka, ketika dokter menyarankan untuk mulai terapi metode kanguru betapa bahagianya saya. Hari itulah pertama kalinya saya menyentuh kulit si kembar. Hari itulah pertama kalinya saya dapat mencium aroma bayi si kembar. Hari itulah pertama kalinya saya diijinkan menyusui si kembar. Hari itulah dimana saya berjanji untuk tidak pernah berhenti bersyukur. Betapa bersyukurnya saya ketika Tuhan memberikan 1 hari lebih lama menjadi seorang ibu dari Kira Elysia Setyadi dan Kara Kalani Setyadi. Betapa bersyukurnya saya ketika melihat mereka tumbuh menjadi anak yang cerdas dan ceria. Apalah arti ulah-ulah iseng yang menunjukkan kecerdasan mereka dibandingkan tercabik-cabiknya hati saya ketika melihat mereka sakit dan lemah tak berdaya. Hari itulah saya melihat betapa rapuhnya tubuh mereka tetapi memiliki tekat yang sangat kuat.. yaa.. saya tahu mereka anak-anak yang kuat. Sejak saat itu saya selalu menanamkan dalam otak saya, saya harus memberikan yang terbaik untuk mereka. Walaupun saya seorang sekretaris di sebuah perusahaan swasta, saya tetap seorang ibu. Sebelum berangkat ke kantor, saya sempatkan memandikan mereka dan menyuapi mereka. Saya pastikan semua kebutuhan si kembar sudah siap sebelum saya berangkat kerja. Dan saya sudah akan ada di rumah sebelum mereka tidur. Bagi saya memandikan, menyuapi dan menemani mereka tidur adalah waktu-waktu yang sangat berharga. Menyentuh kulit halusnya, memakaikan lotion dan memijat tubuh mungilnya sebelum tidur adalah ritual favorite saya.

To have them in my life, to see them growth, to hear their laughs and cries, to watch them sleep tight are the most blessing moments in my life. Tidak ada yang lain yang dapat saya lakukan untuk mensyukuri moment-moment berharga itu melainkan hanya memberikan yang terbaik untuk mereka. Terus tumbuh dan berkembang buah hatikuu...!!
 Yuk berbagi moment berharga bersama mama yang lain disini: Blessing moment as a mother

No comments:

Post a Comment