Sebelumnya tidak pernah terbayangkan
dalam benak saya 4 atau 5 tahun yang lalu bahwa kelak ketika menikah saya akan
tinggal bersama mertua. Karena dulu saya punya angan-angan ingin hidup mandiri,
ingin tinggal di rumah sendiri ketika sudah menikah nanti, apapun keadaannya.
Bahkan saya sudah menyiapkan diri dengan mengambil cicilan Kredit Pemilikan
Rumah jauh sebelum saya punya rencana menikah. Bahkan dulu saya punya kriteria,
calon suami saya harus sudah punya rumah sebelum menikah dengan saya.
Namun semua diluar dugaan, mimpi itu
bubar jalan tepat ketika saya memutuskan akan menikah. Suami saya mengambil
keputusan kita harus tinggal bersama orang tuanya. Meskipun saat itu suami saya
punya rumah yang dapat kita tempati dan bahkan saya pun juga sudah memiliki rumah
sendiri.
![]() |
gambar diambil dari wikiHow |
Pada awalnya saya berpikir mungkin karena
alasan ekonomi suami saya meminta saya untuk tinggal bersama mertua. Maklum,
tepat saat kami memutuskan menikah, kontrak kerja suami tidak diperpanjang. Itu
artinya suami saya tidak memiliki penghasilan tetap untuk sementara. Disaat
suami sudah memiliki penghasilan sendiri, saya dalam keadaan hamil tua dengan
kehamilan resiko tinggi. Karena khawatir dengan kehamilan saya, kamipun tetap
memutuskan tinggal bersama mertua untuk sementara, hingga si kembar lahir.
Ketika si kembar lahirpun, kami masih tetap tinggal bersama mertua, karena
suami saya tidak ingin anak-anak kami hanya diasuh Baby sitter di rumah ketika
kami berdua berangkat kerja. Bila kami tinggal di rumah mertua, pengasuh dapat
dikontrol oleh mertua selama kami di kantor.
Setelah menyadari bertapa banyak
perbedaan-perbedaan itu, dan tidak mungkin disatukan, sementara belum
memungkinkan bagi kami untuk tinggal dirumah sendiri, akhirnya saya memilih
berdamai dengan perbedaan. Saya berpikir, kami adalah dua individu yang berbeda
yang memiliki tujuan yang sama. Saya tahu mama mertua dan saya memiliki
karakter yang serupa, visi yang sama dan tujuan yang sama, namun kami sering memilih jalan yang berbeda. Saya
tidak bisa memaksa mertua saya untuk berjalan di jalan yang sama dengan saya
karena kami memiliki alas kaki dan kekuatan yang berbeda. Demikian juga mertua
saya tidak dapat memaksa saya karena saya memiliki tantangan dan gejolak
semangat yang berbeda dengan beliau. Berbagai macam diskusi tidak dapat
menyatukan kami. Perdebatan tidak membawa kami ke jalan yang sama. Bagaimanapun
juga memang kami tetap berbeda. Hingga saya memilih untuk tidak lagi berdebat.
Saya memilih berdamai di jalan yang berbeda. Bila ada kesempatan, saya memilih
untuk bercanda dan ngobrol ringan bersama mertua sebagai quality time dan
menjalin ikatan diantara kami. Bila mama ulang tahun, saya selalu menyempatkan
untuk memilih sendiri kado special untuk beliau. Hampir setiap pagi, saya
selalu menyempatkan untuk menemani mama memasak sambil bercanda, bercerita
ringan bahkan bergosip sekalian belajar memasak dengan beliau.
Hingga akhirnya ketika Kira dan Kara
tumbuh dan kami mampu mandiri secara ekonomi, kamipun tetap tinggal bersama
mertua. Saat itu suami saya berkata, entah berapa lama lagi orang tua kita
dapat menemani kita, entah berapa lama lagi kita diberi kesempatan
membahagiakan orang tua kita. Kita diberi kesempatan membahagiakan orang tua
dengan cara yang jauh lebih mudah, tidak dengan harta berlimpah, tidak dengan
pengorbanan berdarah-darah, cukup dengan mengijinkan melihat cucu-cucu
mereka setiap hari dan menikmati perkembangannya bersama kita. Perbedaan diantara kami masih tetap ada,
karena memang pada dasarnya tidak ada dua manusia yang sama. Namun kini kami lebih memilih untuk saling
memaklumi, saling mengerti dan memahami pribadi kami. Apapun yang terjadi diantara kami, sebesar
apapun perbedaan jalan kami, kami sama-sama menyadari bahwa kami memiliki
tujuan yang sama, mendidik Kira dan Kara menjadi anak-anak yang tangguh dan
Mandiri. Untuk itulah perbedaan diantara kami bukan lagi menjadi perselisihan
yang berlarut-larut. Kini kami mampu berjalan bergandengan tangan meskipun kami
berjalan di jalan yang berbeda. Semoga
kami dapat terus belajar menjadi lebih arif dan bijak menyikapi perbedaan kami.
Semoga kami dapat selalu tertawa dan berbahagia bersama melihat tumbuh kembang
Kira dan Kara.
Mba wiwit, salam kenal :)
ReplyDeleteTulisan yang ini bagus banget, menginspirasi ak.. :)
hai Rere... salam kenal juga... waaahh.. terima kasih :)
DeleteMb wiwit..adakah cerita ttg kira kara saat msj ada dlm kandungan? Mohon share mbak kalau boleh :). Ak sedang hamil kembar...dan keduanya memiliki bbj yg tdk sama...
ReplyDeletewaaah... maaf, sayangnya saya gak punya cerita selama hamil di blog ini.. >_< Dulu ada di server kantor, skrg udah gak bisa diakses.
Deletesaya juga pernah mengalami mb wiwit... cuma endingnya qta beda hehehe... saya milih berjauhan, krn saat berjauhan kami bisa saling memaknai rindu yg ada di hati masing2
ReplyDeletedimanapun tempatnya yang penting bisa rukun dan harmonis yaaa.. ^_^
DeleteSaya setahun tinggal bareng mertua mbaa, sekarang seminggu atau dua minggu seklai pasti nginep juga di rumah mertua. Bagi waktu dengan ortu juga yang tinggalnya agak lebih jauh. Kira dan kara lucuu yaa *abis liat potonya*
ReplyDeletewaahh.. seruuu ya kalau bisa bagi waktu di 2 tempat. hehehe... Terima kasih :)
Delete