Masih terbayang jelas dalam
ingatan saya ketika DSOG menyatakan bahwa janin yang saya kandung kembar. Saya
dan suami hanya bisa terdiam dan tak bisa berkata-kata. Terkejut, takjub dan
bingung campur aduk jadi satu. Terkejut karena kami baru 1 bulan menikah dan saya
tidak memiliki gen kembar. Takjub karena tidak pernah terbayangkan “terpilih”
menjadi orang tua yang dianugerahi anak kembar. Bingung karena kami sedang
belajar merangkak memulai kehidupan baru, menata ekonomi yang kami mulai dari
nol. Kata pertama yang mampu kami ucapkan di ruang dokter “bagaimana keadaan
janin-janinnya dok?”
Hari demi hari saya lewati
layaknya ibu hamil lainnya. Hanya saja saya harus ekstra hati-hati karena
kehamilan kembar lebih rawan premature. Bukan hanya kami orang tuanya yang
excited menanti kelahiran si kembar, tetapi eyang-eyangnya dan seluruh keluarga
tidak sabar untuk segera menimang mereka. Sejak dalam kandungan saya rajin
mengajak mereka berkomunikasi. Saya juga rajin relaksasi dan meditasi.
Hingga di minggu ke-33 lahirlah si kembar dalam keadaan
premature dengan keadaan organ-organ pencernaan yang belum sempurna. Karena
keadaannya yang belum dapat beradaptasi dengan suhu di luar kandungan, membuat
impian saya untuk IMD tidak dapat terwujud. Beruntung saya menjalani persalinan
normal, sehingga 3 jam setelah melahirkan saya mampu nekat berjalan kaki ke
ruang neonatus demi melihat putri kembar saya. Dengan keadaan tubuh penuh
selang dan tabung oksigen, serta tidak mungkin dikeluarkan dari incubator, maka
saya harus menahan diri hanya dapat melihat mereka melalui tabung kaca. Saya
tidak dapat menyentuhnya apalagi memeluknya. 20 hari jarum infus tidak lepas
dari tangan/kakinya. Biru lebam di kedua tangan dan kakinya membuat hati saya
seperti ditusuk-tusuk. Betapa hati saya tidak pernah rela ketika melihat mereka
menangis meronta demi mendapat satu tetes ASI di mulutnya. Maka, ketika dokter
menyarankan untuk mulai terapi metode kanguru betapa bahagianya saya. Hari
itulah pertama kalinya saya menyentuh kulit si kembar. Hari itulah pertama
kalinya saya dapat mencium aroma bayi si kembar. Hari itulah pertama kalinya
saya diijinkan menyusui si kembar. Hari itulah dimana saya berjanji untuk tidak
pernah berhenti bersyukur. Betapa bersyukurnya saya ketika Tuhan memberikan 1
hari lebih lama menjadi seorang ibu dari Kira Elysia Setyadi dan Kara Kalani
Setyadi. Betapa bersyukurnya saya ketika melihat mereka tumbuh menjadi anak
yang cerdas dan ceria. Apalah arti ulah-ulah iseng yang menunjukkan kecerdasan
mereka dibandingkan tercabik-cabiknya hati saya ketika melihat mereka sakit dan
lemah tak berdaya. Hari itulah saya melihat betapa rapuhnya tubuh mereka tetapi
memiliki tekat yang sangat kuat.. yaa.. saya tahu mereka anak-anak yang kuat. Sejak saat itu saya selalu
menanamkan dalam otak saya, saya harus memberikan yang terbaik untuk mereka.
Walaupun saya seorang sekretaris di sebuah perusahaan swasta, saya tetap
seorang ibu. Sebelum berangkat ke kantor, saya sempatkan memandikan mereka dan
menyuapi mereka. Saya pastikan semua kebutuhan si kembar sudah siap sebelum
saya berangkat kerja. Dan saya sudah akan ada di rumah sebelum mereka tidur. Bagi
saya memandikan, menyuapi dan menemani mereka tidur adalah waktu-waktu yang
sangat berharga. Menyentuh kulit halusnya, memakaikan lotion dan memijat tubuh
mungilnya sebelum tidur adalah ritual favorite saya.
To have them in my life, to see
them growth, to hear their laughs and cries, to watch them sleep tight are the most blessing moments in my
life. Tidak ada yang lain yang dapat saya lakukan untuk mensyukuri
moment-moment berharga itu melainkan hanya memberikan yang terbaik untuk
mereka. Terus tumbuh dan berkembang buah hatikuu...!!
Yuk berbagi moment berharga bersama mama yang lain disini: Blessing moment as a mother
Yuk berbagi moment berharga bersama mama yang lain disini: Blessing moment as a mother
No comments:
Post a Comment